"Assalamu'alaikum.Wr.Wb"

"Terima kasih telah mengunjungi blog saya semoga dapat mengambil manfaatnya dan mohon maaf bila semua isi di dalamnya tidak sesuai dengan harapan anda "

Rabu, 10 Desember 2014

TUGAS AKHIR

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH
(Studi Kasus pada Produk Pembiayaan Griya iB Hasanah BNI Syariah Cabang Pekalongan)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md)
dalam Ilmu Perbankan Syari’ah

 

Disusun oleh:
MUHAMMAD MIRIDHO
NIM : 2012111016


PRODI DIII PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
2014

ABSTRAK

Nama              : Muhammad Miridho
NIM                : 2012.111.016
Judul              : Eksekusi Hak Tanggungan dalam Penyelesaian Pembiayaan Murabahah Bermasalah (Studi kasus pada Produk iB Griya Hasanah BNI Syariah Cabang Pekalongan)
            Kegiatan penyaluran dana ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan mengandung resiko gagal atau macet yang dapat menyebabkan kesehatan bank terganggu. Eksekusi agunan dilakukan apabila nasabah debitur sudah tidak mempunyai prospek lagi maupun iktikat baik dalam melaksanakan kewajiban pembayarannya. Eksekusi agunan menjadi sangat penting sebagai upaya terakhir penyelamatan aset bank yang sebenarnya merupakan titipan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, (1) Bagaimana prosedur untuk mengajukan pembiayaan murabahah pada produk iB Hasanah yang dilakukan oleh BNI Syariah Cabang Pekalongan? (2) Bagaimana upaya penyelesaian dalam eksekusi hak tanggungan pembiayaan murabahah bermasalah pada Griya iB Hasanah di BNI Syariah Cabang Pekalongan?
            Jenis penelitian tugas akhir ini adalah penelitian lapangan (field research) artinya data-data yang digunakan dalam penelitian diperoleh melalui studi lapangan dengan cara mengamati, mencatat, dan mengumpulkan berbagai mengenai informasi. Sumber data dan informasi yang digunakan adalah sumber data primer yang berupa interview dengan karyawan BNI Syariah Cabang Pekalongan dan sumber data sekunder berupa data-data mengenai prosedur penanganan maupun penyelesaian pembiayaan bermasalah yang terdapat dalam petunjuk pelaksanaan pembiayaan BNI Syariah Cabang Pekalongan, serta sumber-sumber lain yang terkait. Teknik pengumpulan datanya menggunakan metode observasi, interview, dan dokumentasi.
            Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa BNI Syariah cabang Pekalongan sudah sesuai dalam memberikan pembiayaan Griya iB Hasanah dengan menggunakan akad murabahah yang dalam penerapannya itu pihak BNI Syariah membeli barang tersebut sesuai yang diinginkan oleh nasabah dan pihak bank menyetujui dan menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembiayaan tersebut. Dalam akadnya sendiri dilakukan dengan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa adanya paksaan apapun dimana bank menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian yaitu tentang harga pokok dan margin keuntungan yang tetap (flat). Sehingga nasabah dapat mengangsur pembiayaan secara tetap sampai jatuh tempo pembiayaan. Serta berpedoman kepad pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 sebagai upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah.
A.    Latar Belakang
Pembiayaan merupakan aktivitas atau kegiatan bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana. Pembiayaan sangat bermanfaat bagi bank syariah, nasabah, dan pemerintah. Pembiayaan memberikan hasil yang paling besar di antara penyaluran dana lainya yang dilakukan oleh bank syariah. Sebelum menyalurkan dana melalui pembiayaan, bank syariah perlu melakukan analisis pembiayaan yang mendalam. Sifat pembiayaan bukan merupakan utang piutang, tetapi investasi yang diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan usaha.[1] Di sisi lain pembiayaan adalah bisnis berisiko dimana ada kemungkinan pembiayaan yang diberikan tidak dapat tertagih ataupun pembiayaan bermasalah.
1
Bank dalam memberikan pinjaman atau pembiayaan wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan nasabah yang ingin mengetahui transparansi (keterbukaan dananya kepada bank). Agar tidak sampai merugikan bank dan kepentingan nasabah, bank syariah wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah untuk mengembalikan pembiayaan sesuai dengan perjanjian antara bank dan nasabah.
Selain memberikan pinjaman atau pembiayaan juga menyediakan prodak Griya iB Hasanah sejak BNI Syariah Cabang pekalongan berdiri yang diterbitkan pada tahun 2000 dan berpedoman pada Undang-undang Republik Indonesia pasal 6 Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah serta menggunakan akad murabahah yaitu pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan bagi pemilik modal dan pengembalianya dilakukan secara angsur.[2]
Di BNI Syariah sendiri seringnya terkait pembiayaan murabahah bermasalah pada produk kepemilikan Griya iB Hasanah adanya nasabah yg karakternya kurang bagus, kondisi usaha nasabah naik-turun itu yang  menjadi mayoritas pembiayaan macet. BNI Syariah menerapkan peraturan Bank Indonesia (BI) yaitu 5 golongan kategori nasabah, golongan pertama: lancar, golongan kedua: dalam perhatian khusus, golongan ketiga: kurang lancar, golongan keempat: diragukan, golongan kelima: macet. Dari 5 golongan tersebut juga dikelompokkan menjadi 2, yaitu golongan pertama dan kedua masuk kelompok PF (Performing Financing), kelompok ini termasuk kelompok 1 patuh dan golongan ketiga sampai kelima masuk kelompok NPF (Non Performing Financing) tidak patuh.
Menurut Beni Nurwidiatmoko selaku karyawan bagian Recovery dan Remidial Asisten, data jumlah nasabah produk Griya iB Hasanah per 30 oktober 2014  yaitu 1225 nasabah dan pembiayaan murabahah bermasalah produk Griya iB Hasanah tahun 2011 2,72%, tahun 2012 1,42% dan tahun 2013 1,13% jumlah nasabah yang wanprestasi pada tahun 2011-2013 menurun, serta terdapat 1 nasabah iB Griya Hasanah yang wanprestasi dengan kasusnya tidak bisa mengangsur rumah dan terjadi pembiayaan macet sampai terjadi eksekusi (tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan dalam pihak yang kalah dalam suatu perkara serta melakukan aturan-aturan yang berlaku) di tahun 2013 termasuk golongan V (lima) atau bisa dikatakan sebagai nasabah yang tidak patuh (Non Performing Financing). Dengan jumlah yang tertera tidak mempengaruhi kesehatan bank karena masih bisa ditangani oleh bank dan bisa dimusyawarahkan secara kekeluargaan apabila nasabah masih bisa dipercaya, dan hubungan baik juga terus diupayakan terjalin antara BNI Syariah dengan nasabah pembiayaan, meskipun nasabah pembiayaan mengalami masalah.[3]
Pembiayaan digolongkan bermasalah apabila, kualitas pembiayaan tersebut berada pada kualitas tidak lancar, diragukan, dan pembiayaan macet. Pada kualitas tidak lancar, terjadi apabila terdapat tunggakan angsuran melalui 180 hari, pembiayaan digolongkan ke dalam kualitas macet, apabila terdapat tunggakan angsuran di atas 240 hari, sebuah lembaga keuangan harus
melakukan proses analisis dan pengawasan terhadap pembiayaan bermasalah, maka sebuah lembaga keuangan harus bisa menanganinya karena untuk menilai sehat atau tidaknya suatu lembaga keuangan salah satunya dapat dilihat melalui NPF (Non Performing Finance) atau pinjaman pembiayaan yag tidak produktif dari lembaga keuangan tersebut.[4]
Kredit atau pembiayaan yang dijaminkan dengan hak atas tanah tersebut, apabila debitur tidak lagi bisa mampu membayarnya dan terjadi adanya wanprestasi dan kredit menjadi macet, maka pihak kreditur tentunya tidak mau dirugikan dan akan mengambil pelunasan utang debitur tersebut dengan cara mengeksekusi jaminan pembiayaan tersebut dengan cara menjualnya secara pelelangan umum agar debitur juga tidak terlalu dirugikan.
Salah satunya adalah sebagaimana yang terjadi pada BNI Syari’ah Cabang Pekalongan dimana dalam melakukan eksekusi terhadap barang jaminan yang dijaminkan oleh pihak nasabah pembiayaan tidak selamamnya dapat berjalan dengan baik dan dapat untuk memenuhi  kewajiban  debitur yang telah cidera janji untuk melunasi utangnya. Karena tidak jarang barang yang  dijadikan  agunan  jaminan  utang  ternyata  nilainya  di  bawah  nilai kewajiban  dari debitur yang harus dibayarkan,  sehinggdengan sendirinya pihak  bank  dirugikan.
Memang saat ini ada banyak alternatif tentang eksekusi (pelaksanaan) terhadap obyek jaminan manakala debitor wanprestasi. Namun  tentunya  eksekusi  mana  yang  paling  mudah  prosedurnya untuk mempercepat pelunasan piutangnya itulah yang dipakai atau digunakan sehingga bisa mendukung pembangunan ekonomi nasional.
Kemudahan yang disediakan oleh UUHT bagi para kreditor pemegang hak tanggungan manakala debitor cidera janji, berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b UUHT, eksekusi atas benda jaminan Hak Tanggungan dapat ditempuh melalui 3 (tiga) cara yaitu:
a.  Parate executie;
b.  Tittle executorial; dan
c.  Penjualan di bawah tangan.
Ketiga  eksekusi  hak  tanggungan   tersebut  di  atas  masing- masing memiliki perbedaan dalam prosedur pelaksanaannya. Untuk eksekusi  yang  menggunakan  tittle  executorial  berdasarkan  Sertifikat Hak Tanggungan, pelaksanaan penjualan benda jaminan tunduk dan patuh  pada  Hukum  Acara  Perdata  sebagaimana  yang  ditentukan dalam Pasal 224 HIR/ Pasal 258 Rbg, yang prosedur pelaksanaannya memerlukan waktu yang lama.[5]
Oleh sebab itu, hal ini perlu dikaji secara mendalam untuk mengetahui peran BNI Syariah dalam melakukan eksekusi hak tanggungan. Berdasarkan  latar belakang permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam bentuk  TA dengan judul: “EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH (Studi Kasus pada Produk Pembiayaan Griya iB Hasanah di BNI Syari’ah Cabang Pekalongan)”
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka beberapa pokok permasalahan yang akan di teliti antara lain :
1.          Bagaimana prosedur untuk mengajukan pembiayaan murabahah pada produk Griya iB Hasanah yang dilakukan oleh BNI Syariah Cabang Pekalongan?
2.          Bagaimana upaya penyelesaian dalam eksekusi hak tanggungan pembiayaan murabahah bermasalah pada Griya iB Hasanah di BNI Syariah Cabang Pekalongan?

C.     Simpulan
Dari pembahasan mengenai eksekusi hak tanggungan dalam penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah (studi kasus pada produk pembiayaan Griya iB Hasanah BNI Syariah Cabang Pekalongan), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.         Penerapan dalam prosedur pengajuan pembiayaan griya iB Hasanah Cabang Pekalongan dalam system syariah pada akad murabahah ini sudah sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan pemerintah yaitu Fatwa DSN mengenai ketentuan akad murabahah yang sesuai dengan prinsip syariah. Dalam hal ini BNI Syariah cabang Pekalongan sudah sesuai dalam memberikan pembiayaan Griya iB Hasanah dengan menggunakan akad murabahah yang dalam penerapannya itu pihak BNI Syariah membeli barang tersebut sesuai yang diinginkan oleh nasabah dan pihak bank menyetujui dan menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembiayaan tersebut. Dalam akadnya sendiri dilakukan dengan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa adanya paksaan apapun dimana bank menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian yaitu tentang harga pokok dan margin keuntungan yang akan diambil oleh pihak bank.
2.         Proses penanganan pembiayaan bermasalah atau macet yang ada di BNI Syariah Cabang Pekalongan dilakukan dengan cara penyelamatan  reschedulling (penjadwalan kembali), reconditioning (persyaratan kembali), restructuring (penataan kembali) dan apabila tidak bisa diselamatkan maka akan dilakukan proses penyelesaian, melalui eksekusi terhadap agunan atau jaminan pembiayaan untuk membantu nasabah memenuhi kewajiabannya untuk menutupi hutang-hutangnya. eksekusi  terhadap  agunan yang berupa hak tanggungan  dilakukan melalui  beberapa  tahap yaitu  persiapan  eksekusi  dimana  pada tahap ini akan dibahas tentang keuntungan dan kerugian terhadap pemilihan pelaksanaan eksekusi terhadap pemenuhan kewajiban debitur, permintaan persetujuan    direks untuk   eksekus terhadap   agunan   berupa hak tanggungan dilakukan setelah diputuskan bahwa keuntungan yang didapat lebih besar dari kerugian terhadap pemenuhan kewajiban debitur dan pelaksanaan eksekusi itu sendiri sesuai dengan yang diatur dalam Undang- undang tentang hak tanggungan.
3.         BNI Syariah selalu mengupayakan cara-cara persuasif maupun pendekatan kepada nasabah pembiyaan agar mau menyerahkan agunannya tanpa melibatkan aparat hukum. Proses eksekusi agunan dalam BNI Syariah ditempuh melalui parate eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR dan 258 Rbg. Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) juga menyatakan  bahwa yang terdapat pada sertifikat hak tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat hak tanggungan, sehingga jika debitor cidera janji maka sertifikat hak tanggungan dieksekusi seperti halnya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan  menggunakan lembaga parate executie sesuai  hukum acara perdata yang berlaku apabila tidak ada kerelaan dari nasabah untuk menyerahkan agunannya kepada bank. Sebelumnya BNI Syariah memberikan surat peringatan dan somasi untuk nasabah. Apabila Pengadilan Negeri menerima permohonan dari BNI Syariah untuk melakukan eksekusi, maka Pengadilan Negeri dapat menerbitkan penetapan Aanmaning atau teguran, penetapan sita yang diikuti dengan penyitaan agunan, mengeluarkan penetapan lelang dan mengeluarkan surat permohonan lelang ke KPKNL. Jika surat permohonan dan berkas syarat-syaratnya sudah dilengkapi., pihak KPKNL akan menentukan hari dan tanggal penetapan lelangnya. Sambil menunggu lelang dilaksanakan, BNI Syariah membuat pengumuman lelang yang memuat daftar agunan yang akan dilelang dan diedarkan melalui selebaran dan mempublikasikan pada surat kabar agar diketahui khalayak umum disertakan dengan harga limit penjualan sekaligus. Hasil penjualan lelang yang melebihi kewajiban nasabah, maka kelebihannya akan dikembalikan kepada nasabah. Adapun apabila nilai jual agunan lebih rendah dari nilai yang harus dibayar nasabah, maka hal itu tetap menjadi kewajiban nasabah. Untuk nasabah yang tidak mampu lagi menutupi kewajibannya tersebut, maka kekurangan itu masih diupayakan penagihannya oleh pihak BNI Syariah.
F. Saran
1.    Perlu adanya perhatian lebih dari pihak BNI Syariah Cabang Pekalongan untuk meningkatkan pengawasan pembiayaan untuk meminimalisir terjadinya non performing finance yang bisa menyebabkan terjadinya eksekusi lelang terhadap agunan nasabah.
2.    Nasabah harus benar-benar menghitung lebih detail mampu atau tidaknya saat akan mengambil pembiayaan di bank, agar hutang-hutangnya nanti bisa terlunasi secepatnya.
3.    Perlu adanya kesadaran dalam diri nasabah pembiayaan untuk memenuhi kewajibannya, agar proses eksekusi melalui jalur pengadilan yang memakan waktu lama dan biaya yang besar serta melibatkan aparat hukum tidak perlu dilakukan



[1] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta:Prenada Group, 2011), hal 103
[2] Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah,(Jakarta :Raja Grafindo.2007),hlm 53
[3] Beni Nurwidiatmoko, wawancara (interview), tanggal,11 Agustus 2014
[4] Iggi H. Achsien,investasi syari’ah,(Jakarta:PT Grafindo Pustaka Utama,2003), hlm.10-11
[5] Herowati Poesoko, Parete Executie Obyek hak Tanggungan (Yogyakarta: Laks Bang PRESSindo, 2007),hal 5.
[6] Sutrisno Hadi, “Metodologi Rieseach,” (Fak Psikologi UGM, Yogyakarta,2008), hlm 24
[7] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonomi PE UII, 2008), hlm 57
[8] Iskandar, Metode Penelitian dan Sosial,(Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), hlm.76
[9] Levy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2006),hlm.174
[10] Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hal 28.
[11] Ronny   Hanitijo   Soemitro Metodologi   Penelitian   Hukum (Jakarta:   Ghalia Indonesia, 1985), hal 35.
[12] Wawancara dengan Ibu Nur Lina Pangkaurian bagian SME Financing di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tanggal 23 September 2014.
[13] Wawancara dengan Ibu Nur Lina Pangkaurian bagian SME Financing di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tanggal 23 September 2014.
[14] Wawancara dengan Ibu Nur Lina Pangkaurian bagian SME Financing di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tanggal 23 septembert 2014.
[15] Wawancara dengan Bapak Beni Nurwidiyatmoko W bagian Recovery & Remidial Asisten di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tangga 24 september April 2014.
[16] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syari’ah di Indonesia, (Jogjakarta: Gajah Mada University, 2007), hlm.186.
[17] Wawancara dengan Bapak Beni Nurwidiyatmoko W bagian Recovery & Remidial Asisten di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tanggal 24 september 2014.
[18] Wawancara dengan Bapak Beni Nurwidiyatmoko W bagian Recovery & Remidial Asisten di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tanggal 24 September 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar