EKSEKUSI
HAK TANGGUNGAN DALAM PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH
(Studi Kasus pada Produk Pembiayaan Griya iB Hasanah BNI Syariah Cabang Pekalongan)
(Studi Kasus pada Produk Pembiayaan Griya iB Hasanah BNI Syariah Cabang Pekalongan)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md)
dalam Ilmu Perbankan Syari’ah
Disusun oleh:
MUHAMMAD MIRIDHO
NIM : 2012111016
PRODI
DIII PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
2014
ABSTRAK
Nama
: Muhammad Miridho
NIM
: 2012.111.016
Judul
: Eksekusi Hak Tanggungan
dalam Penyelesaian Pembiayaan Murabahah
Bermasalah (Studi kasus pada Produk iB Griya Hasanah BNI Syariah Cabang
Pekalongan)
Kegiatan
penyaluran dana ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan mengandung resiko gagal
atau macet yang dapat menyebabkan kesehatan bank terganggu. Eksekusi agunan
dilakukan apabila nasabah debitur sudah tidak mempunyai prospek lagi maupun
iktikat baik dalam melaksanakan kewajiban pembayarannya. Eksekusi agunan
menjadi sangat penting sebagai upaya terakhir penyelamatan aset bank yang
sebenarnya merupakan titipan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adapun
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, (1) Bagaimana prosedur untuk
mengajukan pembiayaan murabahah pada
produk iB Hasanah yang dilakukan oleh BNI Syariah Cabang Pekalongan? (2)
Bagaimana upaya penyelesaian dalam eksekusi hak tanggungan pembiayaan murabahah bermasalah pada Griya iB
Hasanah di BNI Syariah Cabang Pekalongan?
Jenis penelitian tugas akhir ini
adalah penelitian lapangan (field research) artinya data-data yang
digunakan dalam penelitian diperoleh melalui studi lapangan dengan cara
mengamati, mencatat, dan mengumpulkan berbagai mengenai informasi. Sumber data
dan informasi yang digunakan adalah sumber data primer yang berupa interview dengan karyawan BNI Syariah
Cabang Pekalongan dan sumber data sekunder berupa data-data mengenai prosedur
penanganan maupun penyelesaian pembiayaan bermasalah yang terdapat dalam
petunjuk pelaksanaan pembiayaan BNI Syariah Cabang Pekalongan, serta sumber-sumber
lain yang terkait. Teknik pengumpulan datanya menggunakan metode observasi, interview, dan dokumentasi.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa BNI
Syariah cabang Pekalongan sudah sesuai dalam memberikan pembiayaan Griya iB
Hasanah dengan menggunakan akad murabahah
yang dalam penerapannya itu pihak BNI Syariah membeli barang tersebut sesuai
yang diinginkan oleh nasabah dan pihak bank menyetujui dan menyampaikan semua
hal yang berkaitan dengan pembiayaan tersebut. Dalam akadnya sendiri dilakukan
dengan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa adanya paksaan apapun dimana
bank menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian yaitu tentang harga
pokok dan margin keuntungan yang tetap (flat).
Sehingga nasabah dapat mengangsur pembiayaan secara tetap sampai jatuh tempo
pembiayaan. Serta berpedoman kepad pasal 6
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 sebagai upaya penyelesaian pembiayaan
bermasalah.
A.
Latar
Belakang
Pembiayaan merupakan aktivitas atau kegiatan bank
syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana.
Pembiayaan sangat bermanfaat bagi bank syariah, nasabah, dan pemerintah.
Pembiayaan memberikan hasil yang paling besar di antara penyaluran dana lainya
yang dilakukan oleh bank syariah. Sebelum menyalurkan dana melalui pembiayaan,
bank syariah perlu melakukan analisis pembiayaan yang mendalam. Sifat
pembiayaan bukan merupakan utang piutang, tetapi investasi yang diberikan bank
kepada nasabah dalam melakukan usaha.[1]
Di sisi lain pembiayaan adalah bisnis berisiko dimana ada kemungkinan
pembiayaan yang diberikan tidak dapat tertagih ataupun pembiayaan bermasalah.
1
|
Selain memberikan pinjaman atau pembiayaan juga
menyediakan prodak Griya iB Hasanah sejak BNI Syariah Cabang pekalongan berdiri yang diterbitkan pada tahun 2000
dan berpedoman
pada Undang-undang Republik Indonesia pasal 6 Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan
dengan Tanah serta menggunakan akad murabahah yaitu pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh
pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan
penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih
yang merupakan keuntungan bagi pemilik modal dan pengembalianya dilakukan
secara angsur.[2]
Di BNI Syariah sendiri seringnya terkait pembiayaan murabahah bermasalah pada produk kepemilikan Griya iB Hasanah
adanya nasabah yg karakternya kurang bagus, kondisi
usaha nasabah naik-turun itu yang menjadi mayoritas pembiayaan
macet. BNI Syariah menerapkan peraturan Bank Indonesia (BI) yaitu
5 golongan kategori nasabah, golongan pertama: lancar, golongan kedua: dalam
perhatian khusus, golongan ketiga: kurang lancar, golongan keempat: diragukan,
golongan kelima: macet. Dari 5 golongan tersebut juga dikelompokkan menjadi 2,
yaitu golongan pertama dan kedua masuk kelompok PF (Performing Financing), kelompok ini termasuk kelompok 1 patuh dan
golongan ketiga sampai
kelima masuk kelompok NPF (Non Performing
Financing) tidak patuh.
Menurut Beni Nurwidiatmoko selaku karyawan bagian Recovery dan Remidial Asisten, data
jumlah nasabah produk Griya iB Hasanah per 30 oktober 2014 yaitu 1225 nasabah dan pembiayaan murabahah bermasalah produk Griya iB
Hasanah tahun 2011 2,72%, tahun 2012 1,42% dan tahun 2013 1,13% jumlah nasabah
yang wanprestasi pada tahun 2011-2013 menurun, serta terdapat 1 nasabah iB
Griya Hasanah yang wanprestasi dengan kasusnya tidak bisa mengangsur rumah dan
terjadi pembiayaan macet sampai terjadi eksekusi
(tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan dalam pihak yang kalah dalam
suatu perkara serta melakukan aturan-aturan yang berlaku) di tahun 2013
termasuk golongan V (lima) atau bisa dikatakan sebagai nasabah yang tidak patuh
(Non Performing Financing). Dengan
jumlah yang tertera tidak mempengaruhi kesehatan bank karena masih bisa
ditangani oleh bank dan bisa dimusyawarahkan secara kekeluargaan apabila
nasabah masih bisa dipercaya, dan hubungan baik juga terus diupayakan terjalin antara BNI Syariah dengan
nasabah pembiayaan, meskipun nasabah pembiayaan mengalami masalah.[3]
Pembiayaan
digolongkan bermasalah apabila, kualitas pembiayaan tersebut berada pada kualitas
tidak lancar, diragukan, dan pembiayaan macet. Pada kualitas tidak lancar,
terjadi apabila terdapat tunggakan angsuran melalui 180 hari, pembiayaan
digolongkan ke dalam kualitas macet, apabila terdapat tunggakan angsuran di
atas 240 hari, sebuah lembaga keuangan harus
melakukan proses analisis dan pengawasan terhadap
pembiayaan bermasalah, maka sebuah lembaga keuangan harus bisa menanganinya
karena untuk menilai sehat atau tidaknya suatu lembaga keuangan salah satunya
dapat dilihat melalui NPF (Non Performing
Finance) atau pinjaman pembiayaan yag tidak produktif dari lembaga keuangan
tersebut.[4]
Kredit atau
pembiayaan yang dijaminkan dengan hak atas tanah tersebut, apabila debitur
tidak lagi bisa mampu membayarnya dan terjadi adanya wanprestasi dan kredit
menjadi macet, maka pihak kreditur tentunya tidak mau dirugikan dan akan
mengambil pelunasan utang debitur tersebut dengan cara mengeksekusi jaminan
pembiayaan tersebut dengan cara menjualnya secara pelelangan umum agar debitur
juga tidak terlalu dirugikan.
Salah satunya adalah sebagaimana yang terjadi pada BNI Syari’ah Cabang Pekalongan dimana dalam melakukan eksekusi terhadap barang jaminan yang dijaminkan oleh pihak nasabah pembiayaan tidak selamamnya dapat berjalan dengan baik dan dapat untuk memenuhi kewajiban debitur yang telah cidera janji untuk melunasi utangnya. Karena tidak jarang barang yang
dijadikan
agunan jaminan
utang
ternyata nilainya di
bawah nilai
kewajiban
dari debitur yang harus dibayarkan,
sehingga dengan sendirinya pihak bank dirugikan.
Memang saat ini
ada
banyak alternatif tentang eksekusi
(pelaksanaan) terhadap obyek jaminan manakala debitor wanprestasi.
Namun tentunya eksekusi mana yang
paling
mudah prosedurnya untuk mempercepat pelunasan
piutangnya itulah yang dipakai atau digunakan sehingga bisa mendukung pembangunan ekonomi nasional.
Kemudahan yang disediakan oleh UUHT bagi para kreditor pemegang hak tanggungan manakala debitor cidera janji, berdasarkan
Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b UUHT, eksekusi atas benda jaminan
Hak Tanggungan dapat ditempuh melalui 3 (tiga) cara yaitu:
a. Parate executie;
b. Tittle executorial; dan
c.
Penjualan di bawah tangan.
Ketiga eksekusi hak
tanggungan
tersebut di atas
masing- masing memiliki perbedaan
dalam prosedur pelaksanaannya. Untuk eksekusi yang menggunakan
tittle executorial berdasarkan Sertifikat Hak
Tanggungan, pelaksanaan penjualan benda jaminan tunduk dan patuh pada Hukum Acara Perdata
sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 224 HIR/ Pasal 258 Rbg, yang prosedur pelaksanaannya
memerlukan waktu yang lama.[5]
Oleh sebab itu, hal ini perlu dikaji secara mendalam untuk mengetahui peran BNI Syariah dalam melakukan eksekusi hak tanggungan. Berdasarkan
latar belakang
permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan
dituangkan dalam bentuk
TA
dengan judul: “EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM
PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH (Studi Kasus pada Produk
Pembiayaan Griya iB Hasanah di BNI Syari’ah Cabang Pekalongan)”
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka
beberapa pokok permasalahan yang akan di teliti antara lain :
1.
Bagaimana prosedur untuk mengajukan pembiayaan murabahah
pada produk Griya iB Hasanah yang
dilakukan oleh BNI Syariah Cabang Pekalongan?
2.
Bagaimana
upaya penyelesaian dalam eksekusi hak
tanggungan pembiayaan murabahah
bermasalah pada Griya iB Hasanah di BNI Syariah Cabang Pekalongan?
C.
Simpulan
Dari pembahasan mengenai
eksekusi hak tanggungan dalam penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah
(studi kasus pada produk pembiayaan Griya iB Hasanah BNI Syariah Cabang
Pekalongan), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Penerapan
dalam prosedur pengajuan pembiayaan griya iB Hasanah Cabang Pekalongan dalam
system syariah pada akad murabahah ini sudah sesuai dengan aturan-aturan yang
telah ditentukan pemerintah yaitu Fatwa DSN mengenai ketentuan akad murabahah yang sesuai dengan prinsip
syariah. Dalam hal ini BNI Syariah cabang Pekalongan sudah sesuai
dalam memberikan pembiayaan Griya iB Hasanah dengan menggunakan akad murabahah
yang dalam penerapannya itu pihak BNI Syariah membeli barang tersebut sesuai
yang diinginkan oleh nasabah dan pihak bank menyetujui dan menyampaikan semua
hal yang berkaitan dengan pembiayaan tersebut. Dalam akadnya sendiri dilakukan
dengan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa adanya paksaan apapun dimana
bank menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian yaitu tentang harga
pokok dan margin keuntungan yang akan diambil oleh pihak bank.
2.
Proses penanganan
pembiayaan bermasalah atau macet yang ada di BNI Syariah Cabang Pekalongan
dilakukan dengan cara penyelamatan reschedulling (penjadwalan kembali), reconditioning (persyaratan kembali), restructuring (penataan kembali) dan
apabila tidak bisa diselamatkan maka akan dilakukan proses penyelesaian,
melalui eksekusi terhadap agunan atau jaminan pembiayaan untuk membantu nasabah
memenuhi kewajiabannya untuk menutupi hutang-hutangnya. eksekusi terhadap agunan yang berupa hak tanggungan dilakukan melalui beberapa
tahap yaitu persiapan
eksekusi dimana
pada tahap ini akan dibahas tentang keuntungan dan kerugian terhadap pemilihan
pelaksanaan eksekusi terhadap pemenuhan kewajiban debitur,
permintaan persetujuan direksi untuk
eksekusi terhadap agunan berupa
hak tanggungan dilakukan setelah diputuskan bahwa keuntungan yang
didapat
lebih besar dari kerugian terhadap pemenuhan kewajiban debitur dan pelaksanaan eksekusi
itu sendiri sesuai dengan yang diatur dalam Undang- undang tentang hak tanggungan.
3.
BNI
Syariah selalu
mengupayakan cara-cara persuasif maupun pendekatan kepada nasabah pembiyaan
agar mau menyerahkan agunannya tanpa melibatkan aparat hukum. Proses
eksekusi agunan dalam BNI Syariah ditempuh melalui parate eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR dan 258 Rbg. Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) juga menyatakan
bahwa yang terdapat pada sertifikat hak tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada
sertifikat hak tanggungan, sehingga jika debitor cidera janji
maka sertifikat hak tanggungan dieksekusi seperti
halnya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan
hukum tetap, melalui tata cara dan dengan
menggunakan lembaga parate executie sesuai
hukum
acara perdata yang berlaku apabila tidak ada kerelaan dari nasabah untuk menyerahkan
agunannya kepada bank. Sebelumnya BNI Syariah memberikan surat peringatan dan
somasi untuk nasabah. Apabila Pengadilan Negeri menerima permohonan dari BNI
Syariah untuk melakukan eksekusi, maka Pengadilan Negeri dapat menerbitkan
penetapan Aanmaning atau teguran,
penetapan sita yang diikuti dengan penyitaan agunan, mengeluarkan penetapan
lelang dan mengeluarkan surat permohonan lelang ke KPKNL. Jika surat permohonan
dan berkas syarat-syaratnya sudah dilengkapi., pihak KPKNL akan menentukan hari
dan tanggal penetapan lelangnya. Sambil menunggu lelang dilaksanakan, BNI
Syariah membuat pengumuman lelang yang memuat daftar agunan yang akan dilelang
dan diedarkan melalui selebaran dan mempublikasikan pada surat kabar agar
diketahui khalayak umum disertakan dengan harga limit penjualan sekaligus.
Hasil penjualan lelang yang melebihi kewajiban nasabah, maka kelebihannya akan
dikembalikan kepada nasabah. Adapun apabila nilai jual agunan lebih rendah dari
nilai yang harus dibayar nasabah, maka hal itu tetap menjadi kewajiban nasabah.
Untuk nasabah yang tidak mampu lagi menutupi kewajibannya tersebut, maka
kekurangan itu masih diupayakan penagihannya oleh pihak BNI Syariah.
F. Saran
1. Perlu
adanya perhatian lebih dari pihak BNI Syariah Cabang Pekalongan untuk
meningkatkan pengawasan pembiayaan untuk meminimalisir terjadinya non performing
finance yang bisa menyebabkan
terjadinya eksekusi lelang terhadap agunan nasabah.
2. Nasabah harus benar-benar menghitung lebih detail mampu
atau tidaknya saat akan mengambil pembiayaan di bank, agar hutang-hutangnya nanti
bisa terlunasi secepatnya.
3. Perlu
adanya kesadaran dalam diri nasabah pembiayaan untuk memenuhi kewajibannya,
agar proses eksekusi melalui jalur pengadilan yang memakan waktu lama dan biaya
yang besar serta melibatkan aparat hukum tidak perlu dilakukan
[1] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta:Prenada Group, 2011), hal 103
[2] Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah,(Jakarta :Raja Grafindo.2007),hlm 53
[5] Herowati Poesoko, Parete Executie Obyek hak Tanggungan (Yogyakarta: Laks Bang PRESSindo, 2007),hal 5.
[6] Sutrisno Hadi, “Metodologi Rieseach,” (Fak Psikologi
UGM, Yogyakarta,2008), hlm 24
[7] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi
dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonomi PE UII, 2008), hlm 57
[8] Iskandar, Metode Penelitian dan Sosial,(Jakarta: Gaung Persada Press, 2008),
hlm.76
[10] Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hal
28.
[11] Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi
Penelitian Hukum,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal 35.
[12] Wawancara dengan Ibu Nur Lina
Pangkaurian bagian SME Financing di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tanggal 23 September 2014.
[13] Wawancara dengan Ibu Nur Lina
Pangkaurian bagian SME Financing di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tanggal 23
September 2014.
[14] Wawancara dengan Ibu Nur Lina
Pangkaurian bagian SME Financing di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tanggal 23
septembert 2014.
[15] Wawancara dengan Bapak Beni
Nurwidiyatmoko W bagian Recovery & Remidial Asisten di BNI Syariah Cabang
Pekalongan, tangga 24 september
April 2014.
[16] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syari’ah di Indonesia,
(Jogjakarta: Gajah Mada University, 2007), hlm.186.
[17] Wawancara dengan Bapak Beni
Nurwidiyatmoko W bagian Recovery & Remidial Asisten di BNI Syariah Cabang
Pekalongan, tanggal 24 september
2014.
[18] Wawancara dengan Bapak Beni
Nurwidiyatmoko W bagian Recovery & Remidial Asisten di BNI Syariah Cabang
Pekalongan, tanggal 24 September
2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar