EKSEKUSI
HAK TANGGUNGAN DALAM PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH
(Studi Kasus pada Produk Pembiayaan Griya iB Hasanah BNI Syariah Cabang Pekalongan)
(Studi Kasus pada Produk Pembiayaan Griya iB Hasanah BNI Syariah Cabang Pekalongan)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md)
dalam Ilmu Perbankan Syari’ah
Disusun oleh:
MUHAMMAD MIRIDHO
NIM : 2012111016
PRODI
DIII PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
2014
ABSTRAK
Nama
: Muhammad Miridho
NIM
: 2012.111.016
Judul
: Eksekusi Hak Tanggungan
dalam Penyelesaian Pembiayaan Murabahah
Bermasalah (Studi kasus pada Produk iB Griya Hasanah BNI Syariah Cabang
Pekalongan)
Kegiatan
penyaluran dana ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan mengandung resiko gagal
atau macet yang dapat menyebabkan kesehatan bank terganggu. Eksekusi agunan
dilakukan apabila nasabah debitur sudah tidak mempunyai prospek lagi maupun
iktikat baik dalam melaksanakan kewajiban pembayarannya. Eksekusi agunan
menjadi sangat penting sebagai upaya terakhir penyelamatan aset bank yang
sebenarnya merupakan titipan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adapun
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, (1) Bagaimana prosedur untuk
mengajukan pembiayaan murabahah pada
produk iB Hasanah yang dilakukan oleh BNI Syariah Cabang Pekalongan? (2)
Bagaimana upaya penyelesaian dalam eksekusi hak tanggungan pembiayaan murabahah bermasalah pada Griya iB
Hasanah di BNI Syariah Cabang Pekalongan?
Jenis penelitian tugas akhir ini
adalah penelitian lapangan (field research) artinya data-data yang
digunakan dalam penelitian diperoleh melalui studi lapangan dengan cara
mengamati, mencatat, dan mengumpulkan berbagai mengenai informasi. Sumber data
dan informasi yang digunakan adalah sumber data primer yang berupa interview dengan karyawan BNI Syariah
Cabang Pekalongan dan sumber data sekunder berupa data-data mengenai prosedur
penanganan maupun penyelesaian pembiayaan bermasalah yang terdapat dalam
petunjuk pelaksanaan pembiayaan BNI Syariah Cabang Pekalongan, serta sumber-sumber
lain yang terkait. Teknik pengumpulan datanya menggunakan metode observasi, interview, dan dokumentasi.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa BNI
Syariah cabang Pekalongan sudah sesuai dalam memberikan pembiayaan Griya iB
Hasanah dengan menggunakan akad murabahah
yang dalam penerapannya itu pihak BNI Syariah membeli barang tersebut sesuai
yang diinginkan oleh nasabah dan pihak bank menyetujui dan menyampaikan semua
hal yang berkaitan dengan pembiayaan tersebut. Dalam akadnya sendiri dilakukan
dengan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa adanya paksaan apapun dimana
bank menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian yaitu tentang harga
pokok dan margin keuntungan yang tetap (flat).
Sehingga nasabah dapat mengangsur pembiayaan secara tetap sampai jatuh tempo
pembiayaan. Serta berpedoman kepad pasal 6
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 sebagai upaya penyelesaian pembiayaan
bermasalah.
A.
Latar
Belakang
Pembiayaan merupakan aktivitas atau kegiatan bank
syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana.
Pembiayaan sangat bermanfaat bagi bank syariah, nasabah, dan pemerintah.
Pembiayaan memberikan hasil yang paling besar di antara penyaluran dana lainya
yang dilakukan oleh bank syariah. Sebelum menyalurkan dana melalui pembiayaan,
bank syariah perlu melakukan analisis pembiayaan yang mendalam. Sifat
pembiayaan bukan merupakan utang piutang, tetapi investasi yang diberikan bank
kepada nasabah dalam melakukan usaha.[1]
Di sisi lain pembiayaan adalah bisnis berisiko dimana ada kemungkinan
pembiayaan yang diberikan tidak dapat tertagih ataupun pembiayaan bermasalah.
1
|
Selain memberikan pinjaman atau pembiayaan juga
menyediakan prodak Griya iB Hasanah sejak BNI Syariah Cabang pekalongan berdiri yang diterbitkan pada tahun 2000
dan berpedoman
pada Undang-undang Republik Indonesia pasal 6 Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan
dengan Tanah serta menggunakan akad murabahah yaitu pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh
pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan
penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih
yang merupakan keuntungan bagi pemilik modal dan pengembalianya dilakukan
secara angsur.[2]
Di BNI Syariah sendiri seringnya terkait pembiayaan murabahah bermasalah pada produk kepemilikan Griya iB Hasanah
adanya nasabah yg karakternya kurang bagus, kondisi
usaha nasabah naik-turun itu yang menjadi mayoritas pembiayaan
macet. BNI Syariah menerapkan peraturan Bank Indonesia (BI) yaitu
5 golongan kategori nasabah, golongan pertama: lancar, golongan kedua: dalam
perhatian khusus, golongan ketiga: kurang lancar, golongan keempat: diragukan,
golongan kelima: macet. Dari 5 golongan tersebut juga dikelompokkan menjadi 2,
yaitu golongan pertama dan kedua masuk kelompok PF (Performing Financing), kelompok ini termasuk kelompok 1 patuh dan
golongan ketiga sampai
kelima masuk kelompok NPF (Non Performing
Financing) tidak patuh.
Menurut Beni Nurwidiatmoko selaku karyawan bagian Recovery dan Remidial Asisten, data
jumlah nasabah produk Griya iB Hasanah per 30 oktober 2014 yaitu 1225 nasabah dan pembiayaan murabahah bermasalah produk Griya iB
Hasanah tahun 2011 2,72%, tahun 2012 1,42% dan tahun 2013 1,13% jumlah nasabah
yang wanprestasi pada tahun 2011-2013 menurun, serta terdapat 1 nasabah iB
Griya Hasanah yang wanprestasi dengan kasusnya tidak bisa mengangsur rumah dan
terjadi pembiayaan macet sampai terjadi eksekusi
(tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan dalam pihak yang kalah dalam
suatu perkara serta melakukan aturan-aturan yang berlaku) di tahun 2013
termasuk golongan V (lima) atau bisa dikatakan sebagai nasabah yang tidak patuh
(Non Performing Financing). Dengan
jumlah yang tertera tidak mempengaruhi kesehatan bank karena masih bisa
ditangani oleh bank dan bisa dimusyawarahkan secara kekeluargaan apabila
nasabah masih bisa dipercaya, dan hubungan baik juga terus diupayakan terjalin antara BNI Syariah dengan
nasabah pembiayaan, meskipun nasabah pembiayaan mengalami masalah.[3]
Pembiayaan
digolongkan bermasalah apabila, kualitas pembiayaan tersebut berada pada kualitas
tidak lancar, diragukan, dan pembiayaan macet. Pada kualitas tidak lancar,
terjadi apabila terdapat tunggakan angsuran melalui 180 hari, pembiayaan
digolongkan ke dalam kualitas macet, apabila terdapat tunggakan angsuran di
atas 240 hari, sebuah lembaga keuangan harus
melakukan proses analisis dan pengawasan terhadap
pembiayaan bermasalah, maka sebuah lembaga keuangan harus bisa menanganinya
karena untuk menilai sehat atau tidaknya suatu lembaga keuangan salah satunya
dapat dilihat melalui NPF (Non Performing
Finance) atau pinjaman pembiayaan yag tidak produktif dari lembaga keuangan
tersebut.[4]
Kredit atau
pembiayaan yang dijaminkan dengan hak atas tanah tersebut, apabila debitur
tidak lagi bisa mampu membayarnya dan terjadi adanya wanprestasi dan kredit
menjadi macet, maka pihak kreditur tentunya tidak mau dirugikan dan akan
mengambil pelunasan utang debitur tersebut dengan cara mengeksekusi jaminan
pembiayaan tersebut dengan cara menjualnya secara pelelangan umum agar debitur
juga tidak terlalu dirugikan.
Salah satunya adalah sebagaimana yang terjadi pada BNI Syari’ah Cabang Pekalongan dimana dalam melakukan eksekusi terhadap barang jaminan yang dijaminkan oleh pihak nasabah pembiayaan tidak selamamnya dapat berjalan dengan baik dan dapat untuk memenuhi kewajiban debitur yang telah cidera janji untuk melunasi utangnya. Karena tidak jarang barang yang
dijadikan
agunan jaminan
utang
ternyata nilainya di
bawah nilai
kewajiban
dari debitur yang harus dibayarkan,
sehingga dengan sendirinya pihak bank dirugikan.
Memang saat ini
ada
banyak alternatif tentang eksekusi
(pelaksanaan) terhadap obyek jaminan manakala debitor wanprestasi.
Namun tentunya eksekusi mana yang
paling
mudah prosedurnya untuk mempercepat pelunasan
piutangnya itulah yang dipakai atau digunakan sehingga bisa mendukung pembangunan ekonomi nasional.
Kemudahan yang disediakan oleh UUHT bagi para kreditor pemegang hak tanggungan manakala debitor cidera janji, berdasarkan
Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b UUHT, eksekusi atas benda jaminan
Hak Tanggungan dapat ditempuh melalui 3 (tiga) cara yaitu:
a. Parate executie;
b. Tittle executorial; dan
c.
Penjualan di bawah tangan.
Ketiga eksekusi hak
tanggungan
tersebut di atas
masing- masing memiliki perbedaan
dalam prosedur pelaksanaannya. Untuk eksekusi yang menggunakan
tittle executorial berdasarkan Sertifikat Hak
Tanggungan, pelaksanaan penjualan benda jaminan tunduk dan patuh pada Hukum Acara Perdata
sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 224 HIR/ Pasal 258 Rbg, yang prosedur pelaksanaannya
memerlukan waktu yang lama.[5]
Oleh sebab itu, hal ini perlu dikaji secara mendalam untuk mengetahui peran BNI Syariah dalam melakukan eksekusi hak tanggungan. Berdasarkan
latar belakang
permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan
dituangkan dalam bentuk
TA
dengan judul: “EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM
PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH (Studi Kasus pada Produk
Pembiayaan Griya iB Hasanah di BNI Syari’ah Cabang Pekalongan)”
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka
beberapa pokok permasalahan yang akan di teliti antara lain :
1.
Bagaimana prosedur untuk mengajukan pembiayaan murabahah
pada produk Griya iB Hasanah yang
dilakukan oleh BNI Syariah Cabang Pekalongan?
2.
Bagaimana
upaya penyelesaian dalam eksekusi hak
tanggungan pembiayaan murabahah
bermasalah pada Griya iB Hasanah di BNI Syariah Cabang Pekalongan?
C.
Metode
Penelitian
Metode penelitian adalah : rumusan
tata cara tertentu secara sistematis untuk membahas sesuatu yang dimaksudkan
agar kerja tersebut bisa di capai sesuai apa yang di harapkan dan benar.[6]
1. Jenis penelitian
Jenis
penelitian tugas akhir ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif yaitu suatu bentuk
pengumpulan informasi yang ditemukan dilapangan dengan cara mencatat dan
melakukan wawancara.[7]
Dibantu dengan literature lain seperti buku-buku yang ada kaitanya dengan pokok
masalah yang penulis bahas pada tugas akhir ini. Penulis ingin mengetahui
“eksekusi hak tanggungan dalam penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah pada kepemilikan griya iB hasanah di BNI
Syariah Cabang Pekalongan.”
2. Sumber Data
a. Sumber
data Primer
Sumber data
primer adalah data yang diperoleh melalui serangkaian yang diambil secara
langsung dari lapangan.[8]
Sumber ini diperoleh penulisan melalui wawancara (interview) tentang produk kepemilikan Griya iB Hasanah dengan Ibu Nur Lina Pangkaurian bagian
SME Financing dan
wawancara tentang prosedur eksekusi hak tanggungan dengan Beni
Nurwidiatmoko selaku karyawan bagian Recovery & Remidial Asisten di BNI
Syariah Cabang Pekalongan.
b. Sumber
data sekunder
Sumber data
sekunder adalah sumber data yang diperoleh untuk memberikan penjelasan yang
berhubungan dengan pokok permasalahan seperti buku-buku dan referensi lain yang
berkaitan dengan permasalahan pembiayaan. Data sekunder yang bisa digunakan
untuk mendukung penelitian ini diperoleh dari karya ilmiah, literature,
leaflat.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk
memperoleh data atau keterangan yang jelas tentang masalah yang diteliti maka
diperlukan beberapa cara pengumpulan data yaitu:
a. Observasi
Observasi adalah tenik pengamatan
yang didasarkan atas pengamatan sendiri. Pengamatan tersebut memungkinkan
peneliti untuk mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan
pengetahuan yang langsung diperoleh dari data lapangan.[9]
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data-data secara
jelas dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis tentang
fenomena-fenomena yang diselidiki di lapangan yang berkaitan dengan eksekusi
hak tanggungan dalam penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah studi kasus pada produk pembiayaan griya iB
hasanah BNI Syariah Cabang Pekalongan.
b. Wawancara
Adalah salah
satu cara untuk mengumpulkan data melalui tanya jawab dengan beberapa pihak
dalam sistematik dan didasarkan kepada suatu penelitian. Dalam hal ini penulis
melakukan wawancara dengan Ibu Nur Lina Pangkaurian bagian SME
Financing dan
Beni
Nurwidiatmoko selaku karyawan bagian Recovery & Remidial Asisten BNI
Syariah Cabang Pekalongan.
c. Dokumentasi
Metode yang
digunakan untuk menyelidiki benda-benda tertulis arsip-arsip dan dokumentasi
berupa data-data yang ada di BNI Syariah Cabang Pekalongan terkait pokok
pembahasan penelitian. Dalam hal ini data-data diambil berupa arsip-arsip
pembiayaan murabahah bermasalah dan prosedur eksekusi hak tanggungan serta
penanganannya pada kepemilikan Griya iB Hasanah di BNI Syariah Cabang
Pekalongan.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data
yang penulis lakukan adalah deskriptif kualitatif yakni dengan memberikan
gambaran secara khusus berdasarkan data yang dikumpulkan secara kualitatif. Metode ini
memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual. Data yang
dikumpulkan mula-mula disusun,
dijelaskan dan kemudian
dianalisa.[10]
Analisis dilakukan atas suatu yang telah ada, berdasarkan data
yang telah masuk
dan diolah sedemikian
rupa dengan meneliti
kembali, sehingga analisis dapat diuji kebenarannya. Analisis data ini dilakukan
peneliti secara cermat dengan berpedoman pada tipe dan tujuan dari penelitian yang dilakukan.[11]
D.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
a.
Prosedur untuk Mengajukan Pembiayaan Murabahah pada produk iB Hasanah yang
dilakukan
oleh
BNI Syariah Cabang Pekalongan.
Tujuan pembiayaan
murabahah pada produk iB Hasanah antara
lain untuk membiayai atau membantu kebutuhan nasabah untuk memiliki rumah
impian dengan rasa tentram dan tenang sesuai syariah yang beberapa jenis
seperti renovasi rumah, pembangunan rumah, membeli rumah baru, membeli tanah
kapling dan membeli rumah sekon, dengan cara mengansur dan beberapa kriteria
tertentu sesuai jaminan yang memadai serta memenuhi persyaratan berdasarkan
penilaian bank.
Didalam
pelaksanaannya akad murabahah pada produk Griya iB Hasanah harus memenuhi
syarat dan rukun yang ditentukan . Di dalam praktik di BNI Syariah terdapat
beberapa ketentuan yang terkait dengan syarat dan rukun akad murabahah antara
lain :[12]
1.
Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah :
2.
Ketentuan murabahah kepada nasabah
Adapun
simulasi perhitungan angsuran pembiayaan dengan menggunakan akad
murabahah dalam
produk Griya
iB Hasanah di BNI Syariah Cabang Pekalongan yaitu sebagai berikut :
Harga
rumah Rp.250.000.000
Uang
muka 40% Rp.150.000.000
Margin /tahun disepakati 10 %
Jangka waktu 15 tahun
Pokok pembiayaan + margin = Rp. 150 jt + (Rp. 150 jt x
10% x 15 tahun)
= Rp. 150 jt + Rp.225 jt
= Rp. 150 jt + Rp.225 jt
=
Rp. 375 jt
Angsuran per bulan =
Rp. 375 jt : (12 bulan x 15 tahun)
=
Rp. 2,083,333
Dari contoh perhitungan diatas, nasabah yang
mengajukan pembiayaan dengan akad murabahah
sebesar Rp.150.000.000,
harus mengangsur tiap bulannya kepada bank sebesar Rp. 2,083,333 selama 15 tahun.
Ada juga prosedur-prosedur yang harus dipenuhi oleh
calon nasabah yang mengajukan pembiayaan Griya iB Hasanah di BNI Syariah Cabang Pekalongan adalah
sebagai berikut :[13]
1) Pengajuan
Berkas-Berkas
Dalam
pengajuan berkas-berkas yang diajukan oleh calon nasabah BNI Syariah Cabang
Pekalongan menentukan persyaratan serta beberapa dokumen-dokumen yang harus
dilengkapi antara lain sebagai berikut :
a. Persyaratan
b. Dokumen yang harus dilengkapi
2) Penyelidikan
Berkas-berkas
3) Wawancara
4) Peninjauan
Lapangan
5) Keputusan
Pembiayaan
6)
Jaminan
yang harus dipenuhi nasabah sesuai harga yg disepakati
7) Penandatanganan
Pembiayaan
8) Realisasi
Pembiayaan
9) mbiayaan
b.
Upaya dalam penyelesaian eksekusi hak
tanggungan pembiayaan murabahah bermasalah pada produk Griya iB Hasanah di BNI
Syariah Cabang Pekalongan
Penyelamatan
pembiayaan bermasalah adalah usaha bank untuk mencegah kemungkinan timbulnya
kerugian lebih lanjut/atas suatu pembiayaan yang tidak lancar melalui
pengelolaan hubungan dengan nasabah. Pembiayaan yang tidak lancar/macet
diperlukan adanya kebijakan penyelamatan pembiayaan yang mendasar, tepat dan efektif
yang berlaku untuk semua nasabah.
Pada prinsipnya
pembiayaan bermasalah merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam akad
pembiayaan yang dapat menimbulkan konflik hukum. Tetapi pada
umumnya kedua belah pihak selalu berusaha untuk menyelesaikan secara musyawarah
menurut ajaran Islam. Namun apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan
secara musyawarah, maka ditempuhlah jalur litigasi (pengadilan). Sebelum
melelang agunan, BNI Syariah memberikan batas waktu kepada nasabah untuk
menjual barang jaminan di bawah tangan, jika nasabah tidak berhasil menjual
barang jaminan di bawah tangan, langkah selanjutnya yang diambil BNI Syariah
adalah dengan cara melelang agunan tersebut.
Jalur litigasi ditempuh apabila pembiayaan
bermasalah tidak dapat diselesaikan dengan
langkah rescheduling, reconditioning, maupun restructuring.[14]
Jalur litigasi
adalah jalur terakhir dan melibatkan institusi atau lembaga yang mengikat
jaminan pembiayaan dan apabila sengketa masih tidak menemukan solusi yang
terbaik untuk kedua belah pihak, maka institusi pengadilan yang ditempuh.
Pelaksanaan
pencairan agunan (likuidasi) dilakukan terhadap kategori pembiayaan yang
menurut bank benar-benar sudah tidak dapat dibantu untuk disehatkan kembali,
atau usaha nasabah sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses
likuidasi dapat dilakukan dengan :[15]
1. Menyerahkan
penjualan agunan kepada debitur yang bersangkutan, harga minimumnya ditetapkan
bank, dan pembayarannya tetap dikuasai bank.
2. Penjualan
agunan dilakukan melalui lelang dan hasil penjualan diterima oleh bank untuk
membayar pinjamannya.
3. Agunan
disita Pengadilan Negeri lalu dilelang untuk membayar utang debitur.
4. Agunan
dibeli bank untuk dijadikan aset bank.
Dalam sebuah kontrak perjanjian yang
telah disepakati dengan penandatanganan masing–masing yang berjanji, memuat
mengenai ketentuan yang membahas tentang jalur yang akan diambil apabila
ditengah-tengah kesepakatan salah satu pihak bercidera janji. Apabila jaminan
yang disertakan nasabah pembiayaan telah diikat dengan jelas sesuai dengan
hukum positif pada lembaga terkait, maka apabila dengan jalur nonlitigasi tidak
berhasil maka dengan jalur litigasi bank menyelesaikan sengketa jaminan yang
terjadi sesuai dengan kontrak perjanjian akad.[16]
Dalam aplikasi yang
diterapkan BNI Syariah, jalur litigasi yang ditempuh untuk menyelesaikan
sengketa perbankan yang berkaitan dengan pembiayaan bermasalah adalah
Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri dipilih karena sesuai
dengan legalitas pengikatan jaminan yang dilakukan oleh kedua belah pihak sebelumnya.
Menurut pasal 200
ayat 11 HIR/218 ayat 2 RBg yang menyelaskan: “jika pihak yang dikalahkan tidak
mau meninggalkan barang-barang yang tidak bergerak itu, maka ketua Pengadilan
Negeri yang dikuasakan harus memberi surat perintah kepada seorang yang berhak
menyita, kalau perlu dengan bantuan polisi, pihak yang dikalahkan itu beserta
keluarganya disuruh meninggalkan atau mengosongkan barang yang tidak bergerak
itu.”
Dari
pasal tersebut terdapat beberapa asas hukum
yang merupakan landasan dalam pelaksanaan eksekusi riil yaitu :[17]
a. Penjualan
lelang atas barang yang dieksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah
dengan pengosongan barang yang dilelang.
b. Oleh
karena penjualan lelang eksekusi merupakan kesatuan yang tidak terpisah dengan
pengosongan barang yang dilelang, hukum memberi wewenang kepada pengadilan
(Ketua Pengadilan Negeri) untuk menjalankan pelaksanaan pengosongan barang yang
dilelang untuk diserahkan kepada pembeli lelang apabila pihak yang kena lelang
tidak mau mengosongkan secara sukarela.
Adapun prosesnya adalah setelah Pengadilan Negeri
menerima permohonan dari bank selaku kreditor untuk melakukan eksekusi, maka
Pengadilan Negeri akan menerbitkan penetapan Aanmaning atau teguran, penetapan sita yang diikuti dengan
penyitaan agunan, dan mengeluarkan surat permohonan lelang ke KPKNL (Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang)
Dokumen-dokumen persyaratan lelang yang perlu
disiapkan dalam pengajuan permohonan
lelang ini antara lain:
1.
Surat permohonan lelang dari pengadilan
negeri
2.
Salinan/fotocopy putusan-putusan
pengadilan
3.
Salinan/fotocopy teguran kepada
tereksekusi dari ketua pengadilan
4.
Salinan/fotocopy penetapan sita
pengadilan
5.
Salinan/fotocopy berita acara sita dan
bukti sita telah terdaftar
6.
Salinan/fotocopy penetapan lelang
pengadilan
7.
Salinan/fotocopy rincian hutang atau
jumlah yang harus dipenuhi
8.
Salinan/fotocopy pemberitahuan lelang
kepada termohon eksekusi
9.
Asli dan/atau fotocopy sertifikat
jaminan fidusa dan perjanjian kredit (apabila jaminan berupa barang bergerak
yang diikat dengan fidusa)
10.
Asli dan/atau fotocopy Sertifikat Hak
Atas Tanah yang dibebani Hak Tanggunan (apabila jaminan berupa tanah dan atau
bangunan)
11.
Asli dan/atau fotocopy Sertifikat Hak
Tanggungan dan Akta Pengikatan Hak Tanggungan (APHT)
Jika surat permohonan dan berkas syarat-syarat sudah
dilengkapi, pihak KPKNL akan menentukan hari dan tanggal penetapan lelangnya
paling lama seminggu setelah surat permohonan diterima.
Untuk
menghindari adanya praktik Najasy
(komplotan) dalam proses pelelangan, maka BNI Syariah melakukan upaya-upaya
sebagai berikut :
a. Setelah
lelang ditentukan, sambil menunggu lelang dilaksanakan, BNI Syariah membuat
pengumuman lelang pertama, yakni membuat daftar agunan yang akan dilelang dan
diedarkan melalui selebaran.
b. Setelah
14 hari dari pengumuman lelang pertama, BNI Syariah membuat pengumuman lelang
kedua dan mempublikasikan pada surat kabar agar diketahui khalayak disertakan
dengan harga limit penjualan sekaligus.
Hal ini dilakukan agar lelang terhadap agunan
nasabah dapat diketahui oleh khalayak umum
sehingga peserta lelang yang ikut serta lebih dari dua orang. Adanya
partisipasi dari masyarakat umum menghindari adanya praktik komplotan yang
dapat mempermainkan harga hasil penjualan objek lelang.
Selain itu, untuk peserta lelang ada persyaratan
yang harus dilengkapi, yakni:[18]
1. Peserta
wajib menyetorkan uang jaminan lelang sebesar 20% dari nilai limit lelang ke
rekening penampung lelang KPKNL Pekalongan No. 13.118.0108 (BNI cabang
Pekalongan) paling lambat harus sudah diterima efektif pada rekening tersebut 1
hari kerja sebelum pelaksanaan lelang.
2. Peserta
lelang yang telah menyetorkan uang jaminan diwajibkan mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Induk Peserta Lelang (NIPL) di tempat lelang dengan membawa
fotocopy identitas diri (KTP/SIM) serta bukti asli slip setoran jaminan.
3. Pemenang
lelang diwajibkan membayar pelunasan harga lelang selambat-lambatnya 3 hari
kerja setelah pelaksanaan lelang.
4. Apabila
pememang lelang tidak melunasi kewajibannya sampai batas waktu yang ditentukan,
maka yang bersangkutan dinyatakan wanprestasi dan uang jaminan lelang
disetorkan ke kas negara sebagai pendapatan jasa lainnya, serta peserta lelang
akan dimasukkan dalam Daftar Hitam Lelang.
5. Peserta
lelang yang tidak memenangkan lelang dapat mengambil kembali uang jaminannya
tanpa potongan dengan menunjukkan asli bukti setoran NIPL dan identitas diri.
Dalam menentukan harga limit lelang, BNI Syariah
melakukan taksiran harga
sekurang-kurangnya sejumlah pembiayaan yang bermasalah dengan menggunakan jasa appraisal
independent (peraturan menteri keuangan prosedur lelang) guna untuk
mengeluarkan surat pernyataan dan menyebarkan pengumuman pertama dalam jangka
40 hari surat kabar terbit di daerah tertentu untuk membantu
memahamkan pembeli, sekaligus menjadi bukti pendukung bahwa harga jual rumah
yang ditawarkan dengan cara up to up (cari harga tertingi) guna
untuk meminimalisir kerugian.
Hal ini dilakukan agar hasil penjualan lelang dapat meng-cover pembiayaan yang bermasalah. Setelah agunan terjual maka BNI Syariah Cabang Peklongan
membuat risalah lelang (dokumen yang dikeluarkan untuk mengganti hak milik atau
balik nama atas orang yang membeli agunan).
Dalam proses pelelangan, BNI Syariah tidak turut
serta sebagai peserta lelang sehingga hasil penjualan lelang berada sepenuhnya
pada penawaran peserta lelang. Hasil penjualan lelang yang melebihi kewajiban
nasabah, maka kelebihannya merupakan hak nasabah, sehingga akan dikembalikan
kepada nasabah.
Adapun apabila nilai jual agunan melalui proses
pelelangan lebih rendah dari nilai yang harus dibayar nasabah, maka hal itu
tetap menjadi kewajiban nasabah. Untuk nasabah yang sudah tidak mampu lagi
menutupi kewajibannya
tersebut, maka kekurangan itu masih diupayakan penagihannya oleh pihak BNI
Syariah. Dalam praktiknya di BNI Syariah Cabang Pekalongan,
hasil pelelangan agunan nasabah diharapkan dapat meng-cover nilai yang harus dibayar nasabah, sehingga dapat
menyelamatkan dana bank.
Hubungan baik juga
terus diupayakan terjalin antara BNI Syariah dengan nasabah pembiayaan,
meskipun nasabah pembiayaan yang mengalami masalah. Hal
ini dikarenakan mengingat hubungan antara bank syariah dengan nasabah adalah
hubungan mitra kerja, hubungan yang memiliki keterikatan emosional, bukanlah
hubungan antara kreditur dengan debitur seperti di bank konvensional sehingga
hubungan baik harus terus dijaga. Hubungan baik ini dimaksud untuk tetap
menjaga tali silaturahmi antara bank dengan nasabah.
BNI Syariah Cabang Pekalongan telah berusaha untuk
semaksimal mungkin menerapkan
prinsip syariah dalam setiap kegiatannya. Yaitu dengan menerapkan setiap
poin-poin yang ada pada Fatwa DSN No. 47/DSN-MUI/II/2005 yang menjadi pedoman
dalam menyelesaikan pembiayaan murabahah bagi nasabah tidak mampu membayar,
ketentuan penyelesaiannya adalah :
a.
Objek murabahah atau jaminan lainnya
dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar disepakati,
b.
Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada
LKS dari hasil penjualan,
c.
Apabila hasil penjualan melebihi sisa
hutang maka LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah,
d.
Apabila hasil penjualan lebih kecil dari
sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah,
e.
Apabila nasabah tidak mampu membayar
sisa hutangnya, maka LKS dapat membebaskannya.
Adapun hambatan-hambatan yang
sering dihadapi BNI Syariah Cabang pekalongan saat mengeksekusi hak tanggungan
ada dua yaitu:
- Dari
pihak nasabah
Nasabah tidak terima saat
rumahnya di eksekusi dalam rangka pengosongan yg bukan lagi hak miliknya,
setelah itu nasabah menggugat kepengadilan dengan membawa pihak ketiga,
sebenarnya dalam menggugat kepengadilan nasabah harus mengeluarkan biaya-biaya
yang cukup banyak untuk mencari pengacara dengan itu bank menyarankan agar
lebih baik biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menggugat ke pengadilan mending
buat melunasi hutang-hutangnya.
- Kondisi jaminan yang mempengaruhi aset
Hambatan ini cukup memberatkan
dan merugikan bank di saat pertama jaminan itu baik setahun kemudian kondisi
fisik mulai rusak atu kebakaran maka disaat nasabah wanprestasi benda yang
dijaminkan tidak bisa menutupi hutang-hutangnya karena harga jual lebih rendah
dari nilai yg harus dibayar oleh nasabah.
Dalam penyelesaian
di BNI Syariah Cabang Pekalongan nilai jual agunan nasabah melalui proses
pelelangan lebih rendah dari nilai yang harus dibayar nasabah, karena
terjadinya faktor alam yaitu rumah yang tidak terawat lagi serta sering kena
banjir dan mengurangi harga jual maka hal itu tetap menjadi kewajiban nasabah
untuk melunasinya. Untuk nasabah yang sudah tidak mampu lagi menutupi
kewajibannya tersebut, maka kekurangan itu masih diupayakan terus penagihannya
oleh pihak BNI Syariah dan semasa angsuran nasabah sudah terlunasi.
E.
Simpulan
Dari pembahasan mengenai
eksekusi hak tanggungan dalam penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah
(studi kasus pada produk pembiayaan Griya iB Hasanah BNI Syariah Cabang
Pekalongan), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Penerapan
dalam prosedur pengajuan pembiayaan griya iB Hasanah Cabang Pekalongan dalam
system syariah pada akad murabahah ini sudah sesuai dengan aturan-aturan yang
telah ditentukan pemerintah yaitu Fatwa DSN mengenai ketentuan akad murabahah yang sesuai dengan prinsip
syariah. Dalam hal ini BNI Syariah cabang Pekalongan sudah sesuai
dalam memberikan pembiayaan Griya iB Hasanah dengan menggunakan akad murabahah
yang dalam penerapannya itu pihak BNI Syariah membeli barang tersebut sesuai
yang diinginkan oleh nasabah dan pihak bank menyetujui dan menyampaikan semua
hal yang berkaitan dengan pembiayaan tersebut. Dalam akadnya sendiri dilakukan
dengan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa adanya paksaan apapun dimana
bank menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian yaitu tentang harga
pokok dan margin keuntungan yang akan diambil oleh pihak bank.
2.
Proses penanganan
pembiayaan bermasalah atau macet yang ada di BNI Syariah Cabang Pekalongan
dilakukan dengan cara penyelamatan reschedulling (penjadwalan kembali), reconditioning (persyaratan kembali), restructuring (penataan kembali) dan
apabila tidak bisa diselamatkan maka akan dilakukan proses penyelesaian,
melalui eksekusi terhadap agunan atau jaminan pembiayaan untuk membantu nasabah
memenuhi kewajiabannya untuk menutupi hutang-hutangnya. eksekusi terhadap agunan yang berupa hak tanggungan dilakukan melalui beberapa
tahap yaitu persiapan
eksekusi dimana
pada tahap ini akan dibahas tentang keuntungan dan kerugian terhadap pemilihan
pelaksanaan eksekusi terhadap pemenuhan kewajiban debitur,
permintaan persetujuan direksi untuk
eksekusi terhadap agunan berupa
hak tanggungan dilakukan setelah diputuskan bahwa keuntungan yang
didapat
lebih besar dari kerugian terhadap pemenuhan kewajiban debitur dan pelaksanaan eksekusi
itu sendiri sesuai dengan yang diatur dalam Undang- undang tentang hak tanggungan.
3.
BNI
Syariah selalu
mengupayakan cara-cara persuasif maupun pendekatan kepada nasabah pembiyaan
agar mau menyerahkan agunannya tanpa melibatkan aparat hukum. Proses
eksekusi agunan dalam BNI Syariah ditempuh melalui parate eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR dan 258 Rbg. Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) juga menyatakan
bahwa yang terdapat pada sertifikat hak tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada
sertifikat hak tanggungan, sehingga jika debitor cidera janji
maka sertifikat hak tanggungan dieksekusi seperti
halnya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan
hukum tetap, melalui tata cara dan dengan
menggunakan lembaga parate executie sesuai
hukum
acara perdata yang berlaku apabila tidak ada kerelaan dari nasabah untuk menyerahkan
agunannya kepada bank. Sebelumnya BNI Syariah memberikan surat peringatan dan
somasi untuk nasabah. Apabila Pengadilan Negeri menerima permohonan dari BNI
Syariah untuk melakukan eksekusi, maka Pengadilan Negeri dapat menerbitkan
penetapan Aanmaning atau teguran,
penetapan sita yang diikuti dengan penyitaan agunan, mengeluarkan penetapan
lelang dan mengeluarkan surat permohonan lelang ke KPKNL. Jika surat permohonan
dan berkas syarat-syaratnya sudah dilengkapi., pihak KPKNL akan menentukan hari
dan tanggal penetapan lelangnya. Sambil menunggu lelang dilaksanakan, BNI
Syariah membuat pengumuman lelang yang memuat daftar agunan yang akan dilelang
dan diedarkan melalui selebaran dan mempublikasikan pada surat kabar agar
diketahui khalayak umum disertakan dengan harga limit penjualan sekaligus.
Hasil penjualan lelang yang melebihi kewajiban nasabah, maka kelebihannya akan
dikembalikan kepada nasabah. Adapun apabila nilai jual agunan lebih rendah dari
nilai yang harus dibayar nasabah, maka hal itu tetap menjadi kewajiban nasabah.
Untuk nasabah yang tidak mampu lagi menutupi kewajibannya tersebut, maka
kekurangan itu masih diupayakan penagihannya oleh pihak BNI Syariah.
B.
Saran
1. Perlu
adanya perhatian lebih dari pihak BNI Syariah Cabang Pekalongan untuk
meningkatkan pengawasan pembiayaan untuk meminimalisir terjadinya non performing
finance yang bisa menyebabkan
terjadinya eksekusi lelang terhadap agunan nasabah.
2. Nasabah harus benar-benar menghitung lebih detail mampu
atau tidaknya saat akan mengambil pembiayaan di bank, agar hutang-hutangnya nanti
bisa terlunasi secepatnya.
3. Perlu
adanya kesadaran dalam diri nasabah pembiayaan untuk memenuhi kewajibannya,
agar proses eksekusi melalui jalur pengadilan yang memakan waktu lama dan biaya
yang besar serta melibatkan aparat hukum tidak perlu dilakukan
[1] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta:Prenada Group, 2011), hal 103
[2] Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah,(Jakarta :Raja Grafindo.2007),hlm 53
[5] Herowati Poesoko, Parete Executie Obyek hak Tanggungan (Yogyakarta: Laks Bang PRESSindo, 2007),hal 5.
[6] Sutrisno Hadi, “Metodologi Rieseach,” (Fak Psikologi
UGM, Yogyakarta,2008), hlm 24
[7] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi
dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonomi PE UII, 2008), hlm 57
[8] Iskandar, Metode Penelitian dan Sosial,(Jakarta: Gaung Persada Press, 2008),
hlm.76
[10] Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hal
28.
[11] Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi
Penelitian Hukum,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal 35.
[12] Wawancara dengan Ibu Nur Lina
Pangkaurian bagian SME Financing di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tanggal 23 September 2014.
[13] Wawancara dengan Ibu Nur Lina
Pangkaurian bagian SME Financing di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tanggal 23
September 2014.
[14] Wawancara dengan Ibu Nur Lina
Pangkaurian bagian SME Financing di BNI Syariah Cabang Pekalongan, tanggal 23
septembert 2014.
[15] Wawancara dengan Bapak Beni
Nurwidiyatmoko W bagian Recovery & Remidial Asisten di BNI Syariah Cabang
Pekalongan, tangga 24 september
April 2014.
[16] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syari’ah di Indonesia,
(Jogjakarta: Gajah Mada University, 2007), hlm.186.
[17] Wawancara dengan Bapak Beni
Nurwidiyatmoko W bagian Recovery & Remidial Asisten di BNI Syariah Cabang
Pekalongan, tanggal 24 september
2014.
[18] Wawancara dengan Bapak Beni
Nurwidiyatmoko W bagian Recovery & Remidial Asisten di BNI Syariah Cabang
Pekalongan, tanggal 24 September
2014.